◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil otakku,
izinkan aku selalu memikirkanmu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil mataku,
izinkan aku selalu memandangmu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil
mulutku, izinkan aku mencium pipimu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil suaraku, izinkan aku mengatakan I LOVE U kepadamu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil tanganku, izinkan
izinkan aku selalu memikirkanmu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil mataku,
izinkan aku selalu memandangmu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil
mulutku, izinkan aku mencium pipimu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil suaraku, izinkan aku mengatakan I LOVE U kepadamu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil tanganku, izinkan
aku menyentuh dan memelukmu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil
kakiku,
izinkan aku melangkah bersamamu ◦♥◦ Dan sebelum Tuhan mengambil
nyawaku ◦♥◦ Izinkan aku menghabiskan sisa hidupku untuk
selalu bersamamu
izinkan aku melangkah bersamamu ◦♥◦ Dan sebelum Tuhan mengambil
nyawaku ◦♥◦ Izinkan aku menghabiskan sisa hidupku untuk
selalu bersamamu
◦♥◦ KARENA AKU SANGAT MENCINTAIMU MAMA°©°
BINTANG BUAT MAMA
Awan merah menghiasi langit di kota medan saat itu. Ocha
baru saja keluar dari dalam taxi yang ditumpanginya. Langkahnya cepat menuju
lobi di sebuah Hotel. Ntah apa yang ia lakukan disana namun sejenak ia
memperlambat langkahnya. Dari arah sana seorang laki-laki parubaya melambaikan
tangannya memberikan tanda isyarat.
“I
really miss you”. Ocha memeluk tubuh laki-laki itu
“Me
too”. Laki-laki itu tersenyum kepada ocha.
Semenjak kedua orang tua ocha bercerai. Ocha memang jarang bertemu
dengan papanya yaitu Tuan Harry. Apalagi, Tuan Harry tidak tinggal di
Indonesia. Ayah tuan Harry adalah orang jerman sedangkan ibunya orang
Indonesia. Semenjak bercerai dengan mamanya Ocha yaitu mama Ina, Tuan Harry kembali
ke jerman. Mama Ina adalah orang asli Indonesia kelahiran sumatera. Mereka berdua
bercerai saat Ocha duduk di bangku SMP. Pertemuan singkat di lobi itu sebenarnya
terjadi berhubungan dengan masalah pekerjaan papa Ocha di Medan, ditambah rasa kangen kepada putri semata wayangnya
itu.
Bagaimana
kabar mamamu? Apakah dia masih sibuk dengan butiknya?
“Papa
mau tau aja atau tau banget”? Bisik ocha dengan centil
“Oh,
my girl. You’re always like that”. Jelas papa ocha
Ok,
my dady. Dia baik-baik saja. Namun, akhir-akhir ini dia kelihatan sibuk sekali.
Apalagi mama buka cabang baru. Oh ya Pa, Ocha mau bilang sesuatu ke papa.
Syukurlah
dia baik-baik saja. Kamu mau mengatakan apa putriku?
“Ocha
ingin melanjutkan kuliah ke jerman”. Jawab Ocha dengan nada jelas dan pasti
“Benarkah”?
Tanya tuan Harry sambil menarik alisnya keatas dan membuka matanya besar-besar
kearah Ocha.
“Ya,
papa keberatan”? Balas Ocha
“Tidak,
justru papa sangat senang mendengarnya. Apakah kamu sudah membicarakan hal ini
kepada mama mu”?
“Tidak”
Ocha menjawabnya datar.
“Tidak?
mama mu pasti akan sangat marah. Jika kamu pergi tanpa mengantongi ijin dirinya”.
“Justru
Ocha tidak ingin bilang sama mama. Papa tau kan mama tidak pernah sedikitpun
peduli sama Ocha. Sama pendidikan Ocha, sama pergaulan Ocha, atau bahkan sama
masa depan Ocha . Dia terlalu sibuk pa. Ocha ingin ikut papa aja. Cuma papa
yang sekarang peduli dan sayang sama Ocha”. Ocha menceritakan keluh kesahnya
panjang lebar dan membuat airmata jatuh dipipinya.
“Hapus
airmata mu putriku. Look at me! I’m still here. Papa sayang sama Ocha. Papa
pasti akan menunggu kedatangan Ocha. Kita bisa melewati hari-hari kita bersama
bukan? Dan terbayangkan itu pasti menyenangkan putriku”. Hibur Tuan Harry
Waktu, ternyata terasa begitu cepat. Langit yang
tadi merah sekarang tampak berganti warna menjadi hitam. Lampu-lampu di kota Medan
memberikan tanda bahwa hari sudah malam. Kelihatan dari sana bahwa Ocha bergegas
akan pergi meninggalkan papanya. Begitu juga dengan Tuan Harry, dia akan segera
check out dari Hotel dan kembali ke Jerman. Kehangatan yang telah terjadi
selama mereka bersama masih terasa di hati Ocha dan papanya. Kali ini
sepertinya Ocha merasa lega dengan kerinduan kasih sayang yang sudah lama tidak
ia dapatkan dari seorang ayah.
cha,
dari mana saja kamu nak? Tanya mama Ina
“Sejak
kapan mama peduli sama Ocha? biasanya Tanya juga tidak” jawab Ocha
“Mama
Tanya, kamu dari mana”? jawab mama Ina dengan nada meninggi
“Ocha
baru ketemu papa”.
“Papa
mu? Kapan dia datang ke Indonesia”?
“Semalam
dan malam ini juga dia kembali ke Jerman. Hari ini mama cepet pulang? Apa butik
sudah tutup”?
“Mama
hanya merasa tidak enak badan. Masalah butik mama serahkan ke tante Rani mu”.
“Oh,
disaat mama ngerasa tidak enak badan baru mama inget sama Ocha”.
“Ocha,
mama itu selalu inget dan sayang sama kamu. Mama tidak pernah lupa sama kamu.
Hanya saja….
Hanya
saja apa ma? Pekik Ocha
“Hanya
saja kamu tidak pernah merasa kalau mama sayang sama Ocha”. mama melakukan
semua ini buat Ocha”.
“Tapi
ma, Ocha nggak butuh dengan semua ini. Kalau toh mama nggak pernah ada buat
Ocha”.
Ocha pergi meninggalkan mamanya. Menaiki anak tangga
dengan langkah cepat dan masuk ke kamarnya. Mencoba menghindari diri dari kejadian
yang terjadi baru saja dengan mamanya. Diluar sana bintang dan bulan masih
setia menemani malam Ocha. Hanya saja bintang dan bulan tidak pernah tau
perasaannya.
Jam weker ocha terus berbunyi. Ocha benci bunyi itu.
Terkadang dia berharap bunyi itu tak pernah didengarnya. Tangannya meraih benda
berisik itu. Plakk, dia menjatuhkan jam itu. Benda berisik itu berhenti
berbunyi. Tak beberapa lama kemudian jam weker yang satu lagi berbunyi. Namun,
yang satu ini suaranya lebih kencang karena dia memang sengaja meletakkannya di
samping bantalnya. Di raihnya benda itu lagi, matanya mencoba mengintip apa
yang terjadi diluar sana meskipun masih sayup-sayup tetapi matanya sudah bisa
melihat jam berapa itu. 06.30 WIB.
“Astaga”.
Jerit Ocha sambil melempar benda itu ke tempat tidurnya.
Semua
dilakukan Ocha serba cepat. Mandi, memakai seragam sekolah, berdandan, bahkan
tak mengicipi makanan yang dibuat pembantunya.
“Ma,
Ocha berangkat”. Ocha pamit kepada
mamanya
“Ocha,
kamu berangkat sama mama saja”!!!.
“Mama
bukannya mau cari bahan untuk desain baju”? Tanya Ocha
“Tidak,
ayo ikut mama saja”!. Pinta mama
“Koq
mama aneh? Kenapa? Biasanya juga…
“Kamu
ikut kan”? Tanya mama Ina
Mobil itu berhenti di depan gerbang sekolah. Sekolah
yang memang tidak asing bagi Ocha, Hampir 3 tahun dia telah berada disana. SMA
45 MEDAN. Sekolah yang amat sangat dia cintai dan kagumi.
“Belajar
yang betul ya nak”!. Pinta mama Ocha.
“Baik
ma”. Ocha membalasnya dengan senyum manis dipipinya dan memperlihatkan barisan
giginya yang rapi.
“Nanti,
mama yang akan menjemput kamu”.
“Mama,
apa tidak cari bahan buat desain baju”? tanya Ocha kepada mamanya dan mencoba
memikirkan lagi pernyataan mamanya.
“Cha,
kan sudah ada pekerja. Apalagi ada tante Rani mu. Jadi, biar dia saja yang cari
bahan. Mama ingin ya, istirahat aja”. Jelas mama Ina
Oh,
ok. Tapi mama nggak sakit kan?
“Tidak”.
Jawab mama ina datar
Tidak
bohong? Tanya Ocha balik
Tidak.
Sudah cepet masuk sana! Pintunya udah mau ditutup pak satpam. Inget ya. Jangan
lupa sarapan di kantin! Kamu tadi kan belum sarapan.
Mobil mama Ina pergi meninggalkan Sekolahan itu.
Sedangkan Ocha tampak masuk kedalam suatu ruangan. Sepertinya hari ini senyum
itu datang kepada Ocha. Dia benar-benar tidak pernah sebahagia hari itu. Waktu
terus berjalan, air embun yang semula masih tampak jatuh dari pangkal daun dan
segar bila tercium oleh indera penciuman. Kini, yang terasa hanya panas
matahari yang menghampiri. Detik, menit, jam kian lama kian bertambah. Dan yang
bisa dilihat dengan nyata adalah suasana.
Bel
berbunyi panjang. Dari setiap ruangan tampak orang-orang keluar dari sana.
Namun yang dijumpai adalah siswa-siswi, dan Bapak/Ibu Guru SMA 45 MEDAN.
Ocha tampak bersemangat keluar dari kelas XII A 3.
Langkah kakinya dipercepat menuju depan pintu gerbang. Sepertinya dia sudah
tidak sabar bertemu dengan mamanya.
Diluar sana mama Ina sudah menunggu kedatangan putrinya.
“Hallo
my child, bagaimana dengan harimu di sekolah”?.
“Nice
day”. Ocha membalas pertanyaan mamanya ditambah bonus senyum darinya.
“Kita
makan diluar saja. Hari ini mama ingin ngajak kamu ke Supermarket untuk belanja
bulanan”.
“Baik,
ikut nahkoda aja. Sebagai penumpang yang baik budi harus patuh terhadap atasan”.
Mereka berdua memang kompak dalam hal belanja.
Kerjasama antara ibu dan anak benar-benar terlihat. Mama dan Ocha sama-sama
saling melibatkan pendapat mereka sebelum mengambil keputusan dalam membeli
sesuatu. Ocha tampak sibuk dengan makananya. Begitu juga dengan mama Ina sibuk
mencari kebutuhan sehari-hari. Coklat, keripik kentang, chicken nugget, dan
minuman jus hampir memenuhi keranjang Ocha. Setelah merasa semua keperluan
sudah dibeli mama Ina dan Ocha bergegas untuk pulang kerumah.
“Banyak
juga belanjaan mama. Kenapa mama kelihatan pucat? Mama masih sanggup nyetir”?.
“Mama
nggak apa-apa. Mungkin kecapekan. Tenang aja mama kuat koq. Cepet masuk”!
“Ok,
aku percaya sama mama. Oia ma, mama tau nggak, waktu Ocha ketemu sama pengumpul
sampah di daerah kompleks rumah kita. Waktu itu bapak itu tampak pucat dan lesu.
Lalu, ocha tanya ke Bapak itu. “bapak kenapa? Sakit”? Bapak itu menceritakan
bahwa Bapak itu sakit karena Bapak itu terlalu bersemangat mencari uang buat
anaknya yang kuliah di salah satu Universitas di Jawa. Bapak itu hebat ya ma.
Begitu juga dengan anaknya”.
“Ya,
bapak itu hebat” balas mama singkat.
Sepanjang
jalan Ocha selalu saja mengoceh, dan topiknya berbeda-beda. Sebenarnya masih
banyak hal lagi yang ingin dikatakan Ocha. Namun, tak terasa mereka sudah tiba
dirumah. Setelah selesai membereskan belanjaa. Mama dan Ocha duduk di taman
belakang rumah.
“Ma,
dari dulu sebenarnya Ocha ingin sekali melihat bintang sama mama, dan papa.
Tapi belum juga keinginan Ocha kesampean, mama sama papa udah bercerai. Mama
tau kenapa Ocha ingin lihat bintang sama mama papa?. Itu karena Ocha ingin
tanya sesuatu sama mama”.
“Tanya
apa cha”?
“Bintang
yang paling terang itu, namanya bintang apa”?
“Namanya
dhruva, di india itu ada bintang yang nggak pernah berpindah tempat dan itu
lambang keinginan yang kuat”. Mama menjelaskan bintang itu kepada Ocha.
“Ma,
Ocha seneng udah bisa lihat bintang sama mama. Tapi Ocha lebih seneng kalau
kita melihat bertiga sama papa. Dan Ocha seneng sekali karena mama ada waktu
buat Ocha”.
“Ocha
harus tau, mama nggak perlu lihat bintang di waktu malam. Kapan aja mama bisa
lihat bintang” jelas mama ke Ocha
“Kenapa
gitu ma”?
“Karena
mama udah punya bintang yang selalu menerangi hari-hari mama yaitu kamu. Mama
janji, kalau kamu bisa buktikan bahwa kamu bisa lulus SMA dengan nilai bagus. Kita akan
pergi ke Jerman bertemu papa mu. Dan kita bisa melihat bintang bersama”.
“Benarkah?
Ok, Ocha pasti buktikan itu”.
Sejak saat itu, Ocha benar-benar rajin belajar.
Tanpa hari tanpa belajar. Sepertinya dia benar-benar serius terhadap janji
mama. Dan ketika hari pengumuman kelulusan itu tiba. Hari itu adalah hari
pembuktian janji dirinya kepada mama. Dan hari yang sangat Ocha nantikan.
Mama,
harus ikut di hari pengumuman kelulusan Ocha.
Tapi,
sepertinya mama tidak enak badan.
Mama,
harus ikut! Ocha duluan, mama harus nyusul!
Ocha yakin bahwa hari ini dia pasti nggak bakal
malu-maluin mamanya. Didalam hati Ocha dia pasti memperoleh nilai bagus.
Disepanjang acara mama Ina juga belum kelihatan. Ocha hanya takut dia tidak
didampingin orang tuanya. Dan ketika dibacakan hasil kelulusannya Ocha
benar-benar tidak percaya bahwa dia memperoleh nilai tertinggi. Sebagai
prestasinya kepala sekolah memberinya Piala. Namun hatinya tetap gundah karena
ketidakhadiran mamanya. Tak lama kemudian handphone Ocha berdering.
“Hallo,
ada apa bik”?
“Non,
mama non masuk rumah sakit”. Jawab suara dari seberang
“Dirumah
sakit mana bik”?
“Rumah
sakit Bersama non”.
Dikepalanya
masih dipenuhi sejuta pertanyaan bahwa mamanya kenapa? Sakit apa?. Segera Ocha mendatangin
rumah sakit dimana mamanya dirawat. Dan
ketika ocha sampai disana mamanya sudah berada diruang ICU.
“Mama,
sakit apa bik? Mama saya kenapa bik”? Tanya ocha dicampur rasa panik
“Sebenarnya
mama non Ocha sudah lama mengindap penyakit Leukimia. Mama non sengaja merahasiakan
hal ini kepada semua orang termasuk papa non, 3 hari yang lalu mama nona titip
surat ini. Pesan mama non surat ini diberi saat non Ocha tau sebenarnya apa
yang terjadi dengan mama non. Bibik sebenarnya nggak sanggup non, lihat mama
non Ocha. Sampai begitu rapat menutupi semuanya dari non. Ini suratnya non”.
bibik menyodorkan sepucuk surat itu kepada Ocha
Dear: Ocha
Bintang mama, maafkan mama kalau mama
jarang ada waktu buat Ocha. Taukah Ocha kalau mama pulang lama itu mama habis
dirawat dirumah sakit atau sekadar melakukan Kemoterapi. Dan mama memutuskan
memakai kerudung itu sebenarnya mama ingin menutupi kepala mama yang botak
karena penyakit ini serta dampak dari kemoterapi. Mama udah tau Ocha ingin ke
Jerman ikut papa. Papa mengabarkan hal itu ke mama. Papa mu bilang bahwa mama
nggak sayang dan nggak peduli sama Ocha. Mama sangat sayang dan peduli sama
Ocha. Mama melakukan hal ini agar Ocha nggak khawatir sama mama.
Bintang hati mama, maafkan mama nggak
bisa kasih lebih ke Ocha. Ocha pasti marah kalau tau mama sakit. Maafkan mama
nggak bisa menemani malam Ocha melihat bintang. Maafkan mama karena baru-baru
sekarang bisa ada waktu buat Ocha. Itu karena mama tau waktu mama bakalan nggak
lama. Mama yakin Ocha pasti benar bisa buktikan kalau Ocha mendapatkan nilai
Ujian Nasional yang baik. Dan jika mama telah tiada kamu tetap bisa ke Jerman
bersama papamu. Terbayangkan hari-hari itu sangat menyenangkan. Sekali lagi
mama benar-benar minta maaf.
Salam manis
Mama Ina
Ocha
menanggis membaca surat mama ina. Ocha masih memikirkan kesalahannya yang
selalu berburuk sangka kepada mama nya. Langsung saja Ocha menemui mamanya yang
terbaring di atas tempat rawatnya.
“Ma,
maafkan Ocha. Kenapa mama nggak bilang dari awal”?. Pinta Ocha dengan wajah
memelas
Dengan
kata yang terbatah-batah mama ina mengatakan sesuatu kepada Ocha. “mama
benar-benar minta maaf sama Ocha. Maafkan mama nggak bisa nemani Ocha pergi ke
Jerman, nggak bisa melihat bintang bersama-sama papa dan Ocha. Tapi Ocha harus
tau mama bahagia punya bintang seperti Ocha”.
“Ma,
ini adalah Piala yang diberi sekolah kepada Ocha karena Ocha memperoleh nilai
tertinggi. Ocha dapat ini berkat mama. Jadi ini buat mama. Ocha sayang sama
mama”. Ocha memeluk mamanya
Mama
ina menghembuskan napas terakhirnya didampingin Ocha. Ocha benar-benar merasa
terpukul atas meninggalnya mama ina. Airmata membanjiri kepergian mama Ina. Ocha
benar-benar berduka saat itu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar