Jumat, 04 September 2015

CERPEN KARYA KU YANG BERJUDUL BINTANG BUAT MAMA



◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil otakku,
izinkan aku selalu memikirkanmu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil mataku,
izinkan aku selalu memandangmu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil
mulutku, izinkan aku mencium pipimu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil suaraku, izinkan aku mengatakan I LOVE U kepadamu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil tanganku, izinkan
aku menyentuh dan memelukmu ◦♥◦ Sebelum Tuhan mengambil kakiku,
izinkan aku melangkah bersamamu ◦♥◦ Dan sebelum Tuhan mengambil
nyawaku ◦♥◦ Izinkan aku menghabiskan sisa hidupku untuk
selalu bersamamu
◦♥◦ KARENA AKU SANGAT MENCINTAIMU  MAMA°©°

BINTANG BUAT MAMA
Awan merah menghiasi langit di kota medan saat itu. Ocha baru saja keluar dari dalam taxi yang ditumpanginya. Langkahnya cepat menuju lobi di sebuah Hotel. Ntah apa yang ia lakukan disana namun sejenak ia memperlambat langkahnya. Dari arah sana seorang laki-laki parubaya melambaikan tangannya memberikan tanda isyarat.
“I really miss you”. Ocha memeluk tubuh laki-laki itu
“Me too”. Laki-laki itu tersenyum kepada ocha.
Semenjak kedua orang tua  ocha bercerai. Ocha memang jarang bertemu dengan papanya yaitu Tuan Harry. Apalagi, Tuan Harry tidak tinggal di Indonesia. Ayah tuan Harry adalah orang jerman sedangkan ibunya orang Indonesia. Semenjak bercerai dengan mamanya Ocha yaitu mama Ina, Tuan Harry kembali ke jerman. Mama Ina adalah orang asli Indonesia kelahiran sumatera. Mereka berdua bercerai saat Ocha duduk di bangku SMP. Pertemuan singkat di lobi itu sebenarnya terjadi berhubungan dengan masalah pekerjaan papa Ocha di Medan, ditambah  rasa kangen kepada putri semata wayangnya itu.
Bagaimana kabar mamamu? Apakah dia masih sibuk dengan butiknya?
“Papa mau tau aja atau tau banget”? Bisik ocha dengan centil
“Oh, my girl. You’re always like that”. Jelas papa ocha
Ok, my dady. Dia baik-baik saja. Namun, akhir-akhir ini dia kelihatan sibuk sekali. Apalagi mama buka cabang baru. Oh ya Pa, Ocha mau bilang sesuatu ke papa.
Syukurlah dia baik-baik saja. Kamu mau mengatakan apa putriku?
“Ocha ingin melanjutkan kuliah ke jerman”. Jawab Ocha dengan nada jelas dan pasti
“Benarkah”? Tanya tuan Harry sambil menarik alisnya keatas dan membuka matanya besar-besar kearah Ocha.
“Ya, papa keberatan”? Balas Ocha
“Tidak, justru papa sangat senang mendengarnya. Apakah kamu sudah membicarakan hal ini kepada mama mu”?
“Tidak” Ocha menjawabnya datar.
“Tidak? mama mu pasti akan sangat marah. Jika kamu pergi tanpa mengantongi ijin dirinya”.
“Justru Ocha tidak ingin bilang sama mama. Papa tau kan mama tidak pernah sedikitpun peduli sama Ocha. Sama pendidikan Ocha, sama pergaulan Ocha, atau bahkan sama masa depan Ocha . Dia terlalu sibuk pa. Ocha ingin ikut papa aja. Cuma papa yang sekarang peduli dan sayang sama Ocha”. Ocha menceritakan keluh kesahnya panjang lebar dan membuat airmata jatuh dipipinya.
“Hapus airmata mu putriku. Look at me! I’m still here. Papa sayang sama Ocha. Papa pasti akan menunggu kedatangan Ocha. Kita bisa melewati hari-hari kita bersama bukan? Dan terbayangkan itu pasti menyenangkan putriku”. Hibur Tuan Harry
Waktu, ternyata terasa begitu cepat. Langit yang tadi merah sekarang tampak berganti warna menjadi hitam. Lampu-lampu di kota Medan memberikan tanda bahwa hari sudah malam. Kelihatan dari sana bahwa Ocha bergegas akan pergi meninggalkan papanya. Begitu juga dengan Tuan Harry, dia akan segera check out dari Hotel dan kembali ke Jerman. Kehangatan yang telah terjadi selama mereka bersama masih terasa di hati Ocha dan papanya. Kali ini sepertinya Ocha merasa lega dengan kerinduan kasih sayang yang sudah lama tidak ia dapatkan dari seorang ayah.
cha, dari mana saja kamu nak? Tanya mama Ina
“Sejak kapan mama peduli sama Ocha? biasanya Tanya juga tidak”  jawab Ocha
“Mama Tanya, kamu dari mana”? jawab mama Ina dengan nada meninggi
“Ocha baru ketemu papa”.
“Papa mu? Kapan dia datang ke Indonesia”?
“Semalam dan malam ini juga dia kembali ke Jerman. Hari ini mama cepet pulang? Apa butik sudah tutup”?
“Mama hanya merasa tidak enak badan. Masalah butik mama serahkan ke tante Rani mu”.
“Oh, disaat mama ngerasa tidak enak badan baru mama inget sama Ocha”.
“Ocha, mama itu selalu inget dan sayang sama kamu. Mama tidak pernah lupa sama kamu. Hanya saja….
Hanya saja apa ma? Pekik Ocha
“Hanya saja kamu tidak pernah merasa kalau mama sayang sama Ocha”. mama melakukan semua ini buat Ocha”.
“Tapi ma, Ocha nggak butuh dengan semua ini. Kalau toh mama nggak pernah ada buat Ocha”.
Ocha pergi meninggalkan mamanya. Menaiki anak tangga dengan langkah cepat dan masuk ke kamarnya. Mencoba menghindari diri dari kejadian yang terjadi baru saja dengan mamanya. Diluar sana bintang dan bulan masih setia menemani malam Ocha. Hanya saja bintang dan bulan tidak pernah tau perasaannya.
Jam weker ocha terus berbunyi. Ocha benci bunyi itu. Terkadang dia berharap bunyi itu tak pernah didengarnya. Tangannya meraih benda berisik itu. Plakk, dia menjatuhkan jam itu. Benda berisik itu berhenti berbunyi. Tak beberapa lama kemudian jam weker yang satu lagi berbunyi. Namun, yang satu ini suaranya lebih kencang karena dia memang sengaja meletakkannya di samping bantalnya. Di raihnya benda itu lagi, matanya mencoba mengintip apa yang terjadi diluar sana meskipun masih sayup-sayup tetapi matanya sudah bisa melihat jam berapa itu. 06.30 WIB.
“Astaga”. Jerit Ocha sambil melempar benda itu ke tempat tidurnya.
Semua dilakukan Ocha serba cepat. Mandi, memakai seragam sekolah, berdandan, bahkan tak mengicipi makanan yang dibuat pembantunya.
“Ma, Ocha  berangkat”. Ocha pamit kepada mamanya
“Ocha, kamu berangkat sama mama saja”!!!.
“Mama bukannya mau cari bahan untuk desain baju”? Tanya Ocha
“Tidak, ayo ikut mama saja”!. Pinta mama
“Koq mama aneh? Kenapa? Biasanya juga…
“Kamu ikut kan”? Tanya mama Ina
Mobil itu berhenti di depan gerbang sekolah. Sekolah yang memang tidak asing bagi Ocha, Hampir 3 tahun dia telah berada disana. SMA 45 MEDAN. Sekolah yang amat sangat dia cintai dan kagumi.
“Belajar yang betul ya nak”!. Pinta mama Ocha.
“Baik ma”. Ocha membalasnya dengan senyum manis dipipinya dan memperlihatkan barisan giginya yang rapi.
“Nanti, mama yang akan menjemput kamu”.
“Mama, apa tidak cari bahan buat desain baju”? tanya Ocha kepada mamanya dan mencoba memikirkan lagi pernyataan mamanya.
“Cha, kan sudah ada pekerja. Apalagi ada tante Rani mu. Jadi, biar dia saja yang cari bahan. Mama ingin ya, istirahat aja”. Jelas mama Ina
Oh, ok. Tapi mama nggak sakit kan?
“Tidak”. Jawab mama ina datar
Tidak bohong? Tanya Ocha balik
Tidak. Sudah cepet masuk sana! Pintunya udah mau ditutup pak satpam. Inget ya. Jangan lupa sarapan di kantin! Kamu tadi kan belum sarapan.
Mobil mama Ina pergi meninggalkan Sekolahan itu. Sedangkan Ocha tampak masuk kedalam suatu ruangan. Sepertinya hari ini senyum itu datang kepada Ocha. Dia benar-benar tidak pernah sebahagia hari itu. Waktu terus berjalan, air embun yang semula masih tampak jatuh dari pangkal daun dan segar bila tercium oleh indera penciuman. Kini, yang terasa hanya panas matahari yang menghampiri. Detik, menit, jam kian lama kian bertambah. Dan yang bisa dilihat dengan nyata adalah suasana.
Bel berbunyi panjang. Dari setiap ruangan tampak orang-orang keluar dari sana. Namun yang dijumpai adalah siswa-siswi, dan Bapak/Ibu Guru SMA 45 MEDAN.
Ocha tampak bersemangat keluar dari kelas XII A 3. Langkah kakinya dipercepat menuju depan pintu gerbang. Sepertinya dia sudah tidak sabar bertemu dengan  mamanya. Diluar sana mama Ina sudah menunggu kedatangan putrinya.
“Hallo my child, bagaimana dengan harimu di sekolah”?.
“Nice day”. Ocha membalas pertanyaan mamanya ditambah bonus senyum darinya.
“Kita makan diluar saja. Hari ini mama ingin ngajak kamu ke Supermarket untuk belanja bulanan”.
“Baik, ikut nahkoda aja. Sebagai penumpang yang baik budi harus patuh terhadap atasan”.
Mereka berdua memang kompak dalam hal belanja. Kerjasama antara ibu dan anak benar-benar terlihat. Mama dan Ocha sama-sama saling melibatkan pendapat mereka sebelum mengambil keputusan dalam membeli sesuatu. Ocha tampak sibuk dengan makananya. Begitu juga dengan mama Ina sibuk mencari kebutuhan sehari-hari. Coklat, keripik kentang, chicken nugget, dan minuman jus hampir memenuhi keranjang Ocha. Setelah merasa semua keperluan sudah dibeli mama Ina dan Ocha bergegas untuk pulang kerumah.
“Banyak juga belanjaan mama. Kenapa mama kelihatan pucat? Mama masih sanggup nyetir”?.
“Mama nggak apa-apa. Mungkin kecapekan. Tenang aja mama kuat koq. Cepet masuk”!
“Ok, aku percaya sama mama. Oia ma, mama tau nggak, waktu Ocha ketemu sama pengumpul sampah di daerah kompleks rumah kita. Waktu itu bapak itu tampak pucat dan lesu. Lalu, ocha tanya ke Bapak itu. “bapak kenapa? Sakit”? Bapak itu menceritakan bahwa Bapak itu sakit karena Bapak itu terlalu bersemangat mencari uang buat anaknya yang kuliah di salah satu Universitas di Jawa. Bapak itu hebat ya ma. Begitu juga dengan anaknya”.
“Ya, bapak itu hebat” balas mama singkat.
Sepanjang jalan Ocha selalu saja mengoceh, dan topiknya berbeda-beda. Sebenarnya masih banyak hal lagi yang ingin dikatakan Ocha. Namun, tak terasa mereka sudah tiba dirumah. Setelah selesai membereskan belanjaa. Mama dan Ocha duduk di taman belakang rumah.
“Ma, dari dulu sebenarnya Ocha ingin sekali melihat bintang sama mama, dan papa. Tapi belum juga keinginan Ocha kesampean, mama sama papa udah bercerai. Mama tau kenapa Ocha ingin lihat bintang sama mama papa?. Itu karena Ocha ingin tanya sesuatu sama mama”.
“Tanya apa cha”?
“Bintang yang paling terang itu, namanya bintang apa”?
“Namanya dhruva, di india itu ada bintang yang nggak pernah berpindah tempat dan itu lambang keinginan yang kuat”. Mama menjelaskan bintang itu kepada Ocha.
“Ma, Ocha seneng udah bisa lihat bintang sama mama. Tapi Ocha lebih seneng kalau kita melihat bertiga sama papa. Dan Ocha seneng sekali karena mama ada waktu buat Ocha”.
“Ocha harus tau, mama nggak perlu lihat bintang di waktu malam. Kapan aja mama bisa lihat bintang” jelas mama ke Ocha
“Kenapa gitu ma”?
“Karena mama udah punya bintang yang selalu menerangi hari-hari mama yaitu kamu. Mama janji, kalau kamu bisa buktikan bahwa  kamu bisa lulus SMA dengan nilai bagus. Kita akan pergi ke Jerman bertemu papa mu. Dan kita bisa melihat bintang bersama”.
“Benarkah? Ok, Ocha pasti buktikan itu”.
Sejak saat itu, Ocha benar-benar rajin belajar. Tanpa hari tanpa belajar. Sepertinya dia benar-benar serius terhadap janji mama. Dan ketika hari pengumuman kelulusan itu tiba. Hari itu adalah hari pembuktian janji dirinya kepada mama. Dan hari yang sangat Ocha nantikan.
Mama, harus ikut di hari pengumuman kelulusan Ocha.
Tapi, sepertinya mama tidak enak badan.
Mama, harus ikut! Ocha duluan, mama harus nyusul!
Ocha yakin bahwa hari ini dia pasti nggak bakal malu-maluin mamanya. Didalam hati Ocha dia pasti memperoleh nilai bagus. Disepanjang acara mama Ina juga belum kelihatan. Ocha hanya takut dia tidak didampingin orang tuanya. Dan ketika dibacakan hasil kelulusannya Ocha benar-benar tidak percaya bahwa dia memperoleh nilai tertinggi. Sebagai prestasinya kepala sekolah memberinya Piala. Namun hatinya tetap gundah karena ketidakhadiran mamanya. Tak lama kemudian handphone Ocha berdering.
“Hallo, ada apa bik”?
“Non, mama non masuk rumah sakit”. Jawab suara dari seberang
“Dirumah sakit mana bik”?
“Rumah sakit Bersama non”.
Dikepalanya masih dipenuhi sejuta pertanyaan bahwa mamanya kenapa? Sakit apa?. Segera Ocha mendatangin rumah sakit dimana mamanya dirawat.  Dan ketika ocha sampai disana mamanya sudah berada diruang ICU.
“Mama, sakit apa bik? Mama saya kenapa bik”? Tanya ocha dicampur rasa panik
“Sebenarnya mama non Ocha sudah lama mengindap penyakit Leukimia. Mama non sengaja merahasiakan hal ini kepada semua orang termasuk papa non, 3 hari yang lalu mama nona titip surat ini. Pesan mama non surat ini diberi saat non Ocha tau sebenarnya apa yang terjadi dengan mama non. Bibik sebenarnya nggak sanggup non, lihat mama non Ocha. Sampai begitu rapat menutupi semuanya dari non. Ini suratnya non”. bibik menyodorkan sepucuk surat itu kepada Ocha
Dear: Ocha
Bintang mama, maafkan mama kalau mama jarang ada waktu buat Ocha. Taukah Ocha kalau mama pulang lama itu mama habis dirawat dirumah sakit atau sekadar melakukan Kemoterapi. Dan mama memutuskan memakai kerudung itu sebenarnya mama ingin menutupi kepala mama yang botak karena penyakit ini serta dampak dari kemoterapi. Mama udah tau Ocha ingin ke Jerman ikut papa. Papa mengabarkan hal itu ke mama. Papa mu bilang bahwa mama nggak sayang dan nggak peduli sama Ocha. Mama sangat sayang dan peduli sama Ocha. Mama melakukan hal ini agar Ocha nggak khawatir sama mama.
Bintang hati mama, maafkan mama nggak bisa kasih lebih ke Ocha. Ocha pasti marah kalau tau mama sakit. Maafkan mama nggak bisa menemani malam Ocha melihat bintang. Maafkan mama karena baru-baru sekarang bisa ada waktu buat Ocha. Itu karena mama tau waktu mama bakalan nggak lama. Mama yakin Ocha pasti benar bisa buktikan kalau Ocha mendapatkan nilai Ujian Nasional yang baik. Dan jika mama telah tiada kamu tetap bisa ke Jerman bersama papamu. Terbayangkan hari-hari itu sangat menyenangkan. Sekali lagi mama benar-benar minta maaf.
                                                                                                                                                Salam manis
                                                                                                              Mama Ina
Ocha menanggis membaca surat mama ina. Ocha masih memikirkan kesalahannya yang selalu berburuk sangka kepada mama nya. Langsung saja Ocha menemui mamanya yang terbaring di atas tempat rawatnya.
“Ma, maafkan Ocha. Kenapa mama nggak bilang dari awal”?. Pinta Ocha dengan wajah memelas
Dengan kata yang terbatah-batah mama ina mengatakan sesuatu kepada Ocha. “mama benar-benar minta maaf sama Ocha. Maafkan mama nggak bisa nemani Ocha pergi ke Jerman, nggak bisa melihat bintang bersama-sama papa dan Ocha. Tapi Ocha harus tau mama bahagia punya bintang seperti Ocha”.
“Ma, ini adalah Piala yang diberi sekolah kepada Ocha karena Ocha memperoleh nilai tertinggi. Ocha dapat ini berkat mama. Jadi ini buat mama. Ocha sayang sama mama”. Ocha memeluk mamanya  
Mama ina menghembuskan napas terakhirnya didampingin Ocha. Ocha benar-benar merasa terpukul atas meninggalnya mama ina. Airmata membanjiri kepergian mama Ina. Ocha benar-benar berduka saat itu.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar