Jumat, 04 September 2015

HIJAUAN PAKAN TERNAK



INTEGRASI TERNAK DAN PERKEBUNAN KARET
 

TUGAS

OLEH :

ARDINA/ 130301074
MASYARAH/ 120301037
ISMAIL MARZUKI/ 130301062
AGUS M. GURNING/ 130301099
DIAN MUSTIKA PUTRI/ 100301012
IRVAN MAULANA AMRY/ 130301118
LIA KARLINA BR. SEMBIRING/ 130301107
MUHAMMAD SAKTI HARAHAP/ 130301072







INTEGRASI TERNAK DAN PERKEBUNAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
INTEGRASI TERNAK DENGAN PERKEBUNAN KARET

Hijauan adalah bahan pakan yang berbentuk daun-daunan, kadang-kadang bercampur batang, ranting serta bunga. Bahan pakan ternak ruminansia terdiri atas hijauan, hasil tanaman ataupun sisa tanaman setelah hasil utamanya diambil untuk kebutuhan manusia.
            Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari bobot badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1 – 2%, dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan dan sejenisnya terutama rumput merupakan sumber energi utama ternak ruminansia.
            Tanaman yang masih berumur muda tersebut rentan muda rusak dan patah akibat terbentur ternak. Jenis ternak yang direkomendasikan termasuk sapi kambing dan domba. Normatif rasio ternak dengan areal perkebunan karet bervariasi tergantung ketersediaan hijauannya, secara umum rasio ternak sapi adalah 1 – 2 ekor per ha, kambing domba 8 - 12 ekor per ha areal tanaman perkebunan karet pertahun.
Usahatani ternak sapi menghadapi tantangan penyusutan lahan sehingga produksi hijauan dan hasil samping pertanian yang dapat dijadikan pakan sapi juga ikut berkurang. Disisi lain, usahatani ternak sapi dituntut untuk terus memacu produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang terus berkembang. Memacu produksi melalui pemberian konsentrat tidaklah ekonomis, karena harganya terlalu mahal dan terus naik, karena bahan bakunya sebagian diimpor dan bahan baku asal dalam negeri bersaing dengan kebutuhan lain. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pengembangan usaha ternak sapi ke depan dapat bertumpu pada pemanfaatan hasil samping perkebunan, yang tidak lagi dianggap sebagai limbah, namun sebagai sumberdaya.
Integrasi ternak ke dalam perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan pendekatan konsep LEISA (Low Ekternal Input System Agriculture), di mana ketergantungan antara tanaman perkebunan dan ternak dapat memberi keuntungan pada kedua subsektor tersebut. Oleh karena itu, program keterpaduan antara kelapa sawit dan ternak ruminansia harus didukung dengan penerapan teknologi yang tepat/sesuai sehingga produksi yang dihasilkan dapat lebih efisien, berdaya saing dan berkelanjutan. Pada dasarnya sistem keterpaduan ini menjadikan daur ulang “resource driven” sumber daya yang tersedia secara optimal. Hasil samping dari limbah perkebunan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, sedangkan kotoran ternak dan sisa pakan serta hasil panen yang tidak dapat digunakan untuk pakan dapat didekomposisi menjadi kompos sebagai penyedia unsur hara untuk meningkatkan kesuburan lahan.
Untuk memenuhi kebutuhan hijauan bagi ternak sapi, kerbau atau kambing, penanaman tanaman pakan ternak dapat dilakukan dengan sistem pagar di sekeliling kebun atau di antara barisan tanaman karet. Jenis rumputnya antara lain Rumput Gajah, Rumput Raja, Rumput Benggala dan Rumput Bahia.       
 Pada pertanaman karet muda, selain tanaman pakan ternak, lahan di gawangan karet dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan hingga karet berumur 3 tahun. Tanaman pangan yang bisa ditanam antara lain padi gogo, jagung, kedelai, dan kacang tanah. Selanjutnya rumput ditanam secara kontour pada bibir teras. Manfaat yang diperoleh antara lain sebagai tambahan sumber pendapatan, menekan  pertumbuhan gulma, meningkatkan intensitas perawatan tanaman karet, optimalisasi penggunaan lahan, dan efisiensi penggunaan pupuk.  
Ada tiga cara peletakan tanaman pagar atau tanaman pakan ternak pada garis kontour, yaitu: Pada lahan yang tidak diteras,  rumput ditanam pada garis kontour di antara barisan tanaman karet. Saluran air dibuat tepat di bawah barisan rumput. Setelah beberapa            tahun diharapkan teras akan         terbentuk secara alami (teras      kredit). Cara ini cocok          dilakukan pada lahan dengan         kemiringan 4-15%.         Pada lahan berteras gulud,           rumput ditanam di atas                guludan sekaligus sebagai                kontour yang berada di antara       barisan tanaman karet. Saluran      drainase ditempatkan di atas        guludan, di depan barisan            rumput. Cara ini cocok             dilakukan pada lahan dengan        kemiringan 15-40%.        Pada lahan berteras bangku,         rumput ditanam di bibir teras.       Cara ini dilakukan pada lahan   dengan kemiringan >40%. Dibutuhkan tenaga kerja dan   biaya relatif banyak dengan          cara ini, khususnya untuk             memindahkan tanah dalam                pembuatan teras.   

      Untuk ternak kambing, kebutuhan rumput dapat dipenuhi dengan cara penggembalaan langsung di dalam kebun karet dengan berbagai keuntungan, antara lain:        Memanfaatkan hijauan yang         tumbuh di antara tanaman           karet.        Meningkatkan populasi dan           produksi ternak kambing,             terutama produksi daging.        Memperbaiki struktur dan             kesuburan tanah karena urine       dan feces kambing dapat            dijadikan pupuk.        Mengontrol gulma dalam              perkebunan karet.        Meningkatkan pendapatan petani beserta keluarganya,          melalui diversifikasi komoditas.        
Manfaat Integrasi Ternak Dengan Perkebunan
            Chaniago (2009) melaporkan bahwa keuntungan integrasi sapi dengan kelapa sawit adalah diperolehnya output tambahan yaitu lebih banyak produksi TBS dan Crude Palm Oil (CPO) akibat pupuk organik, penghematan biaya pembuatan kolam limbah pabrik kelapa sawit, penghematan biaya transportasi TBS, penghematan biaya pupuk karena menggunakan pupuk organik sendiri, penghematan pembuatan dan pemeliharaan jalan, pertambahan bobot hidup sapi dengan biaya murah karena pakan limbah yang murah, dan kebersihan lingkungan.
Melalui pola di atas, efisiensi usaha perkebunan meningkat melalui pengurangan pupuk kimia karena telah disubstitusi oleh pupuk organik yang dapat diolah dari kotoran sapi serta biaya angkut menjadi lebih murah karena dapat menggunakan sapi sebagai tenaga kerja, khususnya dari lokasi-lokasi kebun yang sulit dijangkau. Efisiensi usaha ternak dapat ditingkatkan melalui penyediaan pakan yang kontinyu dari limbah perkebunan, mudah dan murah diperoleh. Dengan demikian, masalah limbah, baik dari ternak sapi maupun dari kebun/pabrik dapat teratasi.
Menurut Ruswendi et al (2006), pemberian pakan solid (lumpur sawit yang dikeringkan) 1,3 kg/ekor/hari dan pelepah daun kelapa sawit 1,5 kg/ekor/hari memperlihatkan produktivitas Sapi Bali yang digemukkan hampir mencapai 2 kali lebih baik daripada Sapi Bali yang hanya diberi pakan hijauan, yakni masing-masing memperlihatkan pertambahan berat badan harian (PBBH) sebesar 0,267 kg/ekor/hari berbanding 0,139 kg/ekor/hari. Hal ini diperkuat oleh Sudaryono et al (2009), bahwa Sapi PO yang diberi pakan solid sebanyak 5 kg/ekor/hari dan hijauan memiliki pertambahan berat badan sebesar 0,378 kg/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan sapi yang mengkonsumsi pakan hijauan saja (0,199 kg/ekor/hari), disamping efisiensi tenaga kerja dalam mencari pakan hijauan mencapai 50%.
Selanjutnya Sudaryono et al (2009) menambahkan bahwa hasil pengamatan pada 6 ha tanaman kelapa sawit rakyat setelah 6 bulan perlakuan pemberian pupuk (SP-36, KCl dan Urea) sebanyak 70% dari dosis anjuran dan kompos kotoran ternak sapi 20 kg/batang/tahun menunjukkan bahwa berat TBS rata-rata meningkat dari 9,3 kg menjadi 13,8 kg/tandan atau meningkat 48,2%.
Diwyanto et al (2004) mengamati bahwa penggunaan Sapi Bali sebagai tenaga penarik gerobak ataupun untuk mengangkut TBS di PT. Agricinal – Bengkulu telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan pemanen, penurunan biaya tenaga kerja, serta menghasilkan kompos yang sangat diperlukan untuk mengurangi biaya pemupukan.
Secara sosial ekonomi keuntungan pada perusahaan perkebunan sawit diantaranya adalah efisiensi tenaga kerja pemanen yang dapat ditingkatkan sebesar 50% dengan introduksi sapi sebagai pengangkut TBS (Manti et al, 2004).
Manajemen Integrasi Yang Tepat Untuk Mendukung Peningkatan Produksi Perkebunan dan Ternak
            Manajemen merupakan suatu kegiatan yang mencakup semua proses-proses yang berkaitan dengan pekerjaan yang kita lakukan, dimana semakin baik suatu manajemen dilakukan maka semakin baik juga hasil yang didapatkan. Sebaik-baiknya pekerjaan dilakukan apabila tidak diikuti dengan manajemen yang baik maka hasil yang didapatkan tidak akan sesuai antara pengeluaran dengan pengendaliaan.
            Kegiatan integrasi antara ternak dengan perkebunan merupakan suatu kegiatan yang banyak menghasilkan keuntungan dan hampir tidak ada kerugianya. Dimana hasil olahan samping dari perkebunan sawit tersebut dipergunakan sebagai pakan ternak , dan sebaliknya hasil buangan dari ternak juga dapat dimanfaatkan oleh perkebunan sawit.
            Manajemen yang tepat ditujukan untuk memeperkecil hal-hal yang dianggap kurang penting atau pemborosan. Manajemen memaksa kita untuk memeperkeci input dan menerima hasil yang besar di output.Namun, manajemen bukan hanya memperhatikan keuntungan, tetapi dampak yang juga dihasilkan kedepannya.
            Tak lepas dari arti manajemen yang sebenernya, bahwa dalam integrasi ternak perkebunan harus dilakukan pengontrolan, pemantauan, perbaikan, dan juga penerapan teknologi yang dapat meningkatkan kualitas perkebunan kelapa sawit dan ternak. Dimana diperlukan teknologi dalam pengolah pakan ternak yang berasal dari hasil samping perkebunan. Begitu juga sisa dari ternak yang diolah dengan teknologi sehingga memberikan manfaat yang lebih besar bagi perkebunan.
            Tak ada manajemen yang mengarah ke kerugiaan, semua bertujuan memeberi keuntungan. Jadi manajemen harus dipertimbangkan dari waktu, biaya, dan tenaga yang dikeluarkan harus setimbang dengan hasil yang didapatkan. Jadi dengan demikian, dengan dilakukannya integrasi semakin memberikan keuntungan dan memperkecil pengeluaran yang harus dilakukan.
Kendala yang ada di perkebunan yaitu produksi rumput alamnya akan semakin berkurang dengan semakin rapatnya kanopi, sejalan dengan bertambahnya umur tanaman.  Sistem kerjasama inti-plasma merupakan hal yang memungkinkan karena peternak dapat memotong rumput, tetapi dalam skala komersil ongkos tenaga kerja akan mahal.  Mengantisipasi hal tersebut perlu dipertimbangkan dan diupayakan dengan penanaman rumput atau leguminosa unggul pada lahan karet yang toleran terhadap naungan dan tidak mengganggu tanaman utamanya. Produksi hijauan rumput yang tetap terjaga memungkinkan integrasi ternak pada lahan karet.
Efek Naungan Terhadap Hijauan
Naungan baik secara alami maupun buatan mengakibatkan pengurangan intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar, namun spesies yang tahan terhadap naungan menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang. Tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat kering akar yang lebih tinggi dibanding tanaman dengan naungan.
Sistem integrasi tanaman-ternak pada ekosistem perkebunan kelapa sawit maupun karet membutuhkan jenis hijauan pakan ternak yang relatif toleran terhadap naungan agar daya tampung lahan meningkat. Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan dalam mendukung ketersediaan hijauan pakan adalah dengan mengembangkan tanaman pakan ternak toleran naungan untuk diintroduksikan di lahan perkebunan yang selama ini belum banyak dimanfaatkan seperti di perkebunan kelapa dan karet.
Rumput Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum Buffalo grass (Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk dalam family Gramineae dengan sub-family Panicoideae. Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah. Tanaman sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap penggembalaan berat. S.secundatum merupakan salah satu spesies tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis rumput ini menunjukkan pertumbuhan maupun produksi yang lebih baik pada lahan naungan dibanding alam terbuka/tanpa naungan. Adaptasinya terhadap kondisi naungan sangat baik seperti terlihat pada karakteristik morfologik (tinggi tanaman, lebar daun) maupun fisiologik (kandungan klorofil).
Hasil penelitian di Lolitkambing menunjukan bahwa produksi S. secundatum tertinggi pada naungan 55% (54 ton/ha/tahun) dan relatif sama dengan produksi perlakuan naungan 75% (47 ton/ha/tahun). Produksi justru lebih rendah pada kondisi tanpa naungan (32 ton/ha/tahun). Hal ini menunjukan tingginya adaptasi S.secundatum pada kondisi naungan. Adaptasi tersebut ditunjukkan oleh tinggi tanaman maupun lebar daun yang berbeda nyata dengan yang ditanam di alam terbuka/tanpa naungan, yang pada akhirnya menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Secara umum produksi hijauan di daerah tropis akan menurun dengan berkurangnya intensitas cahaya, tetapi produksi hijauan yang toleran naungan masih dapat meningkat pada naungan sedang.

Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kandungan bahan kering, protein kasar, NDF dan ADF relatif sama pada kondisi naungan maupun terbuka. Kandungan bahan organik sekitar 87%. Kandungan energi kasar sebesar 4816 Kal/kg bahan kering. protein kasar berkisar antara 6-8% sedangkan serat (NDF) antara 82- 85%. Rumput ini memiliki palatabilitas yang tinggi saat masih muda, disukai oleh ternak ruminansia besar maupun kecil. Terdapat kandungan oksalat sejumlah ±1% namun dilaporkan tidak menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan naungan tidak mempengaruhi jumlah konsumsi S.secundatum oleh ternak kambing. Tingkat konsumsi S. secundatum pada ternak
            Hijauan makanan ternak (hmt) merupakan salah satu bahan makanan ternak yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak. Oleh karenanya, hijauan makanan ternak sebagai salah satu bahan makanan merupakan dasar utama untuk mendukung peternakan.
            Kebutuhan akan hijauan pakan akan semakin banyak sesuai dengan bertambahnya jumlah populasi ternak yang dimiliki. Kendala utama di dalam penyediaan hijauan pakan untuk ternak, terutama produksinya tidak dapat tetap sepanjang tahun. Pada saat musim penghujan, produksi hijauan makanan ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim kemarau tingkat produksinya akan rendah, atau bahkan dapat berkurang sama sekali.
Biji Karet sebagai Pakan Ternak
            Biji karet dapat digunakan untuk bahan campuran pakan ternak yaitu meningkatkan pertumbuhan bobot badan ternak dengan penggunaan sampai kadar tertentu. Menurut pendapat  Rachmawan dan Mansyur, bahwa penggunaan bungkil biji karet sebagai ransum konsentrat sampai level 30% diberikan pada sapi persilangan Jersey dan Sindhi, menghasilkan pertambahan bobot badan, daya cerna efesiensi penggunaan ransum yang lebih baik dibandingkan dengan ransum kontrol.
            Agar biji karet dapat dimanfaatkan maka harus diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat (Zuhra, 2006). Menurut George (1985), konsentrat adalah hasil pemekatan fraksi protein biji karet yang kadar proteinnya sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi. Dalam pembuatannya, fraksi protein akan lebih tinggi kadarnya dengan cara mengurangi atau menghilangkan lemak atau komponen-komponen non protein lain yang larut.
            Asam sianida merupakan racun bagi ternak yang dapat menimbulkan kematian pada ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Murni et al. (2008) yang menyatakan bahwa asam sianida merupakan salah satu racun yang tergolong kuat dan sangat cepat cara kerjanya. Gejala keracunan HCN pada ternak ditandai dengan pernapasan cepat, menggigil, kejang, lemah, sampai kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat  Rahmawan dan Mansyur (2008) yang menyatakan bahwa kematian ternak terjadi karena ion sianida yang lepas dari ikatan glukosida sianogenik akibat hidrolisis dalam saluran pencernaan, kemudian ion sianida tersebut berikatan dengan cytochrom oksidase sehingga proses oksidasi tidak bisa berlangsung karena darah tidak bisa mengikat oksigen. Dengan adanya kandungan asam sianida dalam biji karet yang dapat menyebabkan kematian bagi ternak maka perlu adanya pengolahan untuk menghilangkan kandungan asam sianida tersebut



Rumput bebek (Echinochloa colona L.)

Klasifikasi
Kingdom                     : Plantae
Subkingdom                : Tracheophyta
Divisi                           : Spermatophyta
Kelas                           : Monocotyledonae
Ordo                            : Poales
Famili                          : Poaceae
Genus                          : Echinochloa
Spesies                        : Echinochola colona L.
Morfologi
Rumput bebek atau Echinochloa colona L. merupakan jenis rumput yang memiliki akar serabut. Rumput ini memiliki daun yang berwarna hijau. Rumput bebek juga berkembang biak menggunakan bunganya. Rumput bebek merupakan rumput tahunan dan berdaun pita, berumpun membentuk geragih atau stolon yang beruas-ruas dan menjalar, batang pembawa bunga tegak dilapangan tumbuh mengelompok dan rapat sehingga membentuk “ sheet”.
 Syarat Tumbuh
            Iklim
Tumbuhan rumput bebek biasanya menjadi gulma pada tanaman padi. Dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tumbuhan rumput bebek adalah 23 0C. Tumbuhan rumput bebek dapat tumbuh di daerah tropis/subtropics pada 45 0 LU–450 LS dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata–rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500–2000 mm/tahun. Rumput bebek dapat tumbuh di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau, rumput bebek meningkat jika air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun, karena penyerbukan kurang intensif.

Tanah
Tumbuhan rumput bebek dapat tumbuh subur  di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada rumput bebek, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tumbuhan rumput bebek. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus.
Kandungan Nutrisi Rumput bebek (Echinochola colona L)
Rumput bebek memiliki kandungan protein kasar yang relatif rendah (8 ± 4,2% DM dengan nilai berkisar 3-18% DM) dan kandungan serat yang tinggi (serat kasar 35 ± 5,7% DM, 25-45% DM). Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kandungan ADF tiga jenis rumput rawa berbeda sangat nyata dengan kandungan ADF tertinggi terdapat pada Hymenachne amplexicaulis 41,07% yang tidak berbeda nyata dengan Ischaemum rugosum 40,39%, namun berbeda nyata dengan Echinochola colona 38,03%. Kandungan ADF terendah terdapat pada Echinochola colona 38,03% yang berbeda nyata dengan Ischaemum rugosum 68,02% dan Hymenachne amplexicaulis 71,00.%. Hasil penelitian Fariani (1996) melaporkan bahwa kisaran kandungan NDF pada rumput budidaya adalah 36,70 -41,40 % yang tidak begitu berbeda dengan ketiga rumput rawa yaitu 38,03 - 41,07 %. Selulosa Hasil analisis keragaman pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa kandungan selulosa tiga jenis rumput rawa berbeda sangat nyata dengan kandungan selulosa tertinggi terdapat pada Hymenachne amplexicaulis 37,01% yang tidak berbeda nyata dengan Ischaemum rugosum 36,03%, tetapi berbeda nyata dengan Echinochola colona 34,21%. Kandungan selulosa terendah terdapat pada Echinochola colona 34,21% yang berbeda nyata dengan Ischaemum rugosum 36,03% dan Hymenachne amplexicaulis 37,01%. Hasil penelitian Fariani (1996) melaporkan bahwa kisaran kandungan selulosa rumput budidaya adalah 30,30 -37, 30% yang sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan rumput rawa berada pada kisaran 34,21-37,30%. Minson (1990) melaporkan bahwa sebagian besar selulosa pada hijauan dilindungi oleh lapisan lignin yang sulit dicerna kecuali bila diberi perlakuan kimia sebelumnya. Dengan demikian, fraksi yang sulit dicerna tersebut cenderung meningkat dengan bertambahnya umur hijauan. Lechtenberg et al. (1974) melaporkan bahwa kandungan lignin pada jagung seperti juga pada tanaman sejenis tidak berhubungan langsung dengan laju kecernaan namun lebih dihubungkan dengan dinding sel dan kecernaan dari selulosa. Van Soest (1982) melaporkan bahwa ada korelasi negatif antara kandungan lignin dengan daya cerna selulosa.

Digunakan untuk jenis ternak
·         Domba
Rumput bebek ditambah  campuran dengan Echinochloa crus-galli dan Digitaria sanguinalis bisa dibuat menjadi jerami dan diumpankan ke domba pir dan apel di kebun di Spanyol.
·         Kambing
Rumput bebek juga dapat dijadikan pakan oleh kambing. Meskipun kandungan gizi rumput bebek rendah bagi kambing.
·         Sapi
Jenis rumput bebek adalah jenis hijauan yang sering dijadikan pakan ternak. Terlebih apabila ternak itu di biarkan bebas atau di kembalakan.
·         Ayam
Rumput bebek juga bisa dikeringkan untuk makanan ayam. Di Peru, dengan mengganti sampai 40% makanan ayam dari toko dengan gulma rumput bebek, ayam petelur bisa terjaga produksi telurnya dan menghasilkan warna kuning telur lebih baik yang merupakan faktor jual yang penting.
Produksi rumput bebek/Hektar
            Dengan perkiraaan tingkat produksi per hektar, Hymenachne amplexicaulis memiliki potensi produksi sebesar 34.560 kg/ha/panen, Ischaemum rugosum 18.000 kg/ha/panen dan Echinochola colona \ 16.920 kg/ha/panen. Sedangkan potensi produksi bahan kering perhektar per tahun Hymenachne amplexicaulis 56.609,09 kg/ha/tahun, Ischaemum rugosum 35.947,80 kg/ha/tahun dan Echinochola colona 27.549,14 kg/ha/tahun. Fariani (1996) melaporkan bahwa produksi bahan kering untuk Brachiaria decumben sekitar 37 ton/ha/tahun dan Pennisetum purpureum sekitar 15 ton/ha/tahun. Jika diasumsikan kebutuhan bahan kering ternak per ekor perhari adalah 3 % dari bobot badan (bobot badan 250 kg atau setara dengan 1 Satuan Ternak), maka daya tampung lahan satu hektar yang ditanami Hymenachne amplexicaulis adalah 21,78 Satuan Ternak/ha/tahun, Ischaemum rugosum 13,13 Satuan Ternak/ha/tahun, sedangkan Echinochola colona mampu menampung 10,06 Satuan Ternak/ha/tahun. Selain produksi segar rumput rawa tersebut cukup tinggi, potensi penggunaannya yang lain adalah tingkat palabilitasnya yang cukup baik.

Aur-Aur (Commelina diffusa L.)

Klasifikasi
Kingdom: Plantae
     Subkingdom: Tracheobionta
         Super Divisi: Spermatophyta
             Divisi: Magnoliophyta
                         Ordo: Commelinales
                             Famili: 
Commelinaceae
                                 Genus: 
Commelina
                                     Spesies: Commelina diffusa  L.

Botani

Alur-alur adalah tanaman mucilaginous abadi, ramping, merayap atau ascending, bercabang, hingga 70 cm dan biasanya puber. Akar batang pada node. Daun berbentuk oval, 4 sampai 7 cm dan menunjuk pada kedua ujungnya. Para spathes adalah 1 sampai 3 bersama-sama, hijau, berbentuk corong, dikompresi, sekitar 1,5 cm panjang dan lebar. Bunga-bunga biru, dengan tangkai panjang di antheis, fascicled, beberapa di setiap spathe, dengan 3 sampai 4 mm kelopak panjang. Kapsul 4 sampai 5 mm.

Kandungan Nutrisi Rumput Aur-Aur
Sebuah penelitian dilakukan untuk mengevaluasi komposisi gizi dan degradasi situ DM dan CP dari Commelina diffusa. Sampel dikumpulkan dari delapan lokasi yang berbeda (N = 8) yang tumbuh di sekitar kampus Chumphon, Chumphon, Thailand. Sampel tanah melalui layar 1 mm dan dianalisis untuk analisis kimia (AOAC, 1990) dan dalam teknik sacco (Ørskov et al., 1980). Dua ruminally berfistula sapi perah non-menyusui (rata-rata 450-500 kg BW) digunakan untuk menetaskan tas nilon (ukuran pori 49-50 m): mengandung 5 g tanah (1 layar mm). Tas diinkubasi pada 6, 12, 24, 48, 72, dan 96 jam. Hasil komposisi kimia Commelina diffusa melaporkan bahwa kandungan air (87,89% MC) dan kandungan protein yang tinggi (14,78% CP). Fiber komponen (CF, NDF, ADF dan ADL) adalah 17,12, 49,55, 25,94 dan 7,10%, masing-masing. Rumen degradasi Commelina diffusa tinggi. DM dan CP hilangnya adalah 88,90 dan 98,00%, masing-masing. Degradabilities Efektif DM dan CP di rumen keluar laju alir 5% adalah 43,09 dan 42,20%, masing-masing. Oleh karena itu, Commelina diffusa dapat merekomendasikan bahwa sumber protein dapat digunakan untuk ternak ruminansia. Komposisi proksimat dari B. diffusa dan C.  nudiflora diberikan dalam Tabel 2. Nilai-nilai menunjukkan bahwa  sayuran mengandung komposisi persentase yang tinggi dari  kelembaban (82,22% dan 88,63% masing-masing). mereka  Isi lemak (1,61% dan 1,44%), protein (2,26% dan  1.69%) dan karbohidrat (10,56% dan 5,67%) yang rendah  jika dibandingkan dengan nilai 1,60%, 25,35% dan  29.50% dilaporkan untuk sayuran berdaun cukup diabaikan, Amaranthus hybridus (Nwaogu et al., 2006).
Digunakan Untuk Jenis Ternak
Merumput pakan untuk kambing dengan kelembaban tinggi dan kandungan protein; di Afrika dan India, yang digunakan sebagai pakan ternak baik ternak kambing, domba dan sapi.
Produksi per Hektar
Tanamn ini Di distribusikan secara luas di Afrika tropis dan subtropis, Tengah, Selatan dan Asia Tenggara, indonesia, meluas ke Cina, Jepang, Filipina, Australia dan Mikronesia. Di belahan bumi barat, ditemukan di Kuba, Jamaika, Brasil, dan Amerika Serikat. Hal ini telah menjadi gulma serius banyak tanaman di banyak negara di seluruh dunia, dan merupakan masalah tertentu di Afrika. Commelina diffusa L.   18.500 kg/ha/panen dan Commelina diffusa  L. 35.947,80 kg/ha/tahun

Rumput lilit kain (Centotheca lappacea (L.) Desv

 

Klasifikasi

Kingdom         :Plantae
Phylum            :Magnoliophyta
Class                :Liliopsida
Order               : Cyperales
family              :Poaceae
subfamily        :Centothecoideae
tribe                 :Centotheceae
genus               :Centotheca 
spesies             : Centotheca lappacea L. Desv

Botani
Tanaman keras, dengan rimpang rumit, berumbai. Batang tegak, bertubuh sedang, 30-100 cm, gundul. Batang node gundul. Pelepah daun lebih panjang dari ruas, gundul, margin luar gundul, bersama antara selubung dan pisau puber atau gundul. Ligule membran gundul, 1-1,5 mm panjang. Blades lanset, pipih, panjang 5-15 cm, 10-25 mm lebar, sekarang pseudopetiole, margin halus, akut puncak, dengan salib urat, permukaan berbulu. Perbungaan malai sebuah, longgar, panjang 10-25 cm, dasar exserted dari sarungnya teratas, dengan cabang mencolok. Sumbu perbungaan puber di axils. Tangkai kapiler, 1-2,5 mm panjang, scaberulous atau puber. Spikelets biseksual, soliter, sedikit lateral dikompresi, lanset, gabah 5 mm. Spikelets dengan 2-3 kuntum. Lebih rendah glume luas lanset, 2-2.5 mm, chartaceous, 3 sampai 5-nerved, midvein keeled, scaberulous, saraf gundul, dengan salib urat, permukaan licin; margin hialin; apex mucronate, ciliolate. Glume atas luas lanset, 3-3,5 mm, chartaceous, 5-nerved, midvein keeled, gundul atau scaberulous, saraf gundul, dengan salib urat, permukaan licin; margin hialin, halus; apex mucronate, ciliolate. Kuntum atas penurunan dalam ukuran dan sering dengan bulu melipat. Lemma luas lanset, 3,5-4 mm, chartaceous, 7-berurat, midvein keeled, vena gundul, permukaan licin; apex mucronate; margin hialin, halus. Palea lanset, 2,8 mm, chartaceous, 2-keeled, ciliolate pada bagian atas keel, permukaan berbulu. Kepala sari 2, 0,5 mm.

Kandungan Nutrisi Rumput Lilit Kain (Centotheca lappacea (L.) Desv)
            komponen gizi dan mineral  juga merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas produksi ternak. Studi yang dilakukan oleh Lee dan  Chichester (1974) menunjukkan bahwa nutrisi  komposisi tanaman selama pematangan  dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti genetika,  praktek agronomi, wilayah dan tingkat  pertumbuhan, variasi dan kondisi iklim.  Dilaporkan bahwa 100 g bagian yang dapat dimakan  daun segar C. lappacea mengandung  air (88 g), protein (2 g), lemak (0,2 g),  karbohidrat (7 g), serat (1,6 g), Ca (170 g),
P (32 mg), provitamin A (4,5 mg) dan  vitamin C (49 mg).

Digunakan untuk jenis ternak
            Biasanya tumbuhan rumput ini digunakan untuk pakan sapi. Karena pada lazimnya serat yang terdapat pada rumput ini cukup tinggi. Beberapa juga di campur dengan tumbuhan  rumput lain untuk dijadikan makanan fermentasi bagi sapi.

Produksi Per Hektar
            Rumput ini banyak kita temukan pada sela-sela tanaman kelapa sawit. Karena pada umumnya rumput jenis ini adalah rumput pelindung tanah. Produksi per hektar rumput ini mencapai 19300/kg/ha/panen dan 4507000 kg/ha/tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar