INTEGRASI TERNAK DAN PERKEBUNAN
KARET
TUGAS
OLEH
:
ARDINA/ 130301074
MASYARAH/ 120301037
ISMAIL MARZUKI/
130301062
AGUS
M. GURNING/ 130301099
DIAN MUSTIKA PUTRI/
100301012
IRVAN MAULANA AMRY/
130301118
LIA KARLINA BR.
SEMBIRING/ 130301107
MUHAMMAD SAKTI HARAHAP/
130301072
INTEGRASI
TERNAK DAN PERKEBUNAN
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
INTEGRASI TERNAK
DENGAN PERKEBUNAN KARET
Hijauan
adalah bahan pakan yang berbentuk daun-daunan, kadang-kadang bercampur batang,
ranting serta bunga. Bahan pakan ternak ruminansia terdiri atas hijauan, hasil
tanaman ataupun sisa tanaman setelah hasil utamanya diambil untuk kebutuhan
manusia.
Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari
bobot badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1 – 2%, dari jumlah tersebut
termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan dan
sejenisnya terutama rumput merupakan sumber energi utama ternak ruminansia.
Tanaman yang masih
berumur muda tersebut rentan muda rusak dan patah akibat terbentur ternak.
Jenis ternak yang direkomendasikan termasuk sapi kambing dan domba. Normatif
rasio ternak dengan areal perkebunan karet bervariasi tergantung ketersediaan
hijauannya, secara umum rasio ternak sapi adalah 1 – 2 ekor per ha, kambing
domba 8 - 12 ekor per ha areal tanaman perkebunan karet pertahun.
Usahatani ternak sapi menghadapi
tantangan penyusutan lahan sehingga produksi hijauan dan hasil samping
pertanian yang dapat dijadikan pakan sapi juga ikut berkurang. Disisi lain,
usahatani ternak sapi dituntut untuk terus memacu produksi untuk memenuhi
kebutuhan pasar dalam negeri yang terus berkembang. Memacu produksi melalui
pemberian konsentrat tidaklah ekonomis, karena harganya terlalu mahal dan terus
naik, karena bahan bakunya sebagian diimpor dan bahan baku asal dalam negeri
bersaing dengan kebutuhan lain. Untuk menghadapi tantangan tersebut,
pengembangan usaha ternak sapi ke depan dapat bertumpu pada pemanfaatan hasil
samping perkebunan, yang tidak lagi dianggap sebagai limbah, namun sebagai
sumberdaya.
Integrasi ternak ke dalam perkebunan
kelapa sawit dilakukan dengan pendekatan konsep LEISA (Low Ekternal Input
System Agriculture), di mana ketergantungan antara tanaman perkebunan dan
ternak dapat memberi keuntungan pada kedua subsektor tersebut. Oleh karena itu,
program keterpaduan antara kelapa sawit dan ternak ruminansia harus didukung
dengan penerapan teknologi yang tepat/sesuai sehingga produksi yang dihasilkan
dapat lebih efisien, berdaya saing dan berkelanjutan. Pada dasarnya sistem
keterpaduan ini menjadikan daur ulang “resource driven” sumber daya yang
tersedia secara optimal. Hasil samping dari limbah perkebunan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, sedangkan kotoran ternak dan sisa
pakan serta hasil panen yang tidak dapat digunakan untuk pakan dapat
didekomposisi menjadi kompos sebagai penyedia unsur hara untuk meningkatkan
kesuburan lahan.
Untuk memenuhi kebutuhan hijauan
bagi ternak sapi, kerbau atau kambing, penanaman tanaman pakan ternak dapat
dilakukan dengan sistem pagar di sekeliling kebun atau di antara barisan
tanaman karet. Jenis rumputnya antara lain Rumput Gajah, Rumput Raja, Rumput
Benggala dan Rumput Bahia.
Pada pertanaman karet muda, selain tanaman
pakan ternak, lahan di gawangan karet dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan
hingga karet berumur 3 tahun. Tanaman pangan yang bisa ditanam antara lain padi
gogo, jagung, kedelai, dan kacang tanah. Selanjutnya rumput ditanam secara
kontour pada bibir teras. Manfaat yang diperoleh antara lain sebagai tambahan
sumber pendapatan, menekan pertumbuhan
gulma, meningkatkan intensitas perawatan tanaman karet, optimalisasi penggunaan
lahan, dan efisiensi penggunaan pupuk.
Ada tiga cara peletakan tanaman
pagar atau tanaman pakan ternak pada garis kontour, yaitu: Pada lahan yang
tidak diteras, rumput ditanam pada garis
kontour di antara barisan tanaman karet. Saluran air dibuat tepat di bawah
barisan rumput. Setelah beberapa
tahun diharapkan teras akan
terbentuk secara alami (teras
kredit). Cara ini cocok
dilakukan pada lahan dengan
kemiringan 4-15%. Pada
lahan berteras gulud, rumput ditanam di atas guludan sekaligus sebagai kontour yang berada di antara barisan tanaman karet. Saluran drainase ditempatkan di atas guludan, di depan barisan rumput. Cara ini cocok dilakukan pada lahan dengan kemiringan 15-40%. Pada lahan berteras bangku, rumput ditanam di bibir teras. Cara ini dilakukan pada lahan dengan kemiringan >40%. Dibutuhkan tenaga
kerja dan biaya relatif banyak
dengan cara ini, khususnya untuk memindahkan tanah dalam pembuatan teras.
Untuk ternak kambing, kebutuhan rumput dapat dipenuhi dengan cara
penggembalaan langsung di dalam kebun karet dengan berbagai keuntungan, antara
lain: Memanfaatkan hijauan
yang tumbuh di antara
tanaman karet. Meningkatkan populasi dan produksi ternak kambing, terutama produksi daging. Memperbaiki struktur dan kesuburan tanah karena urine dan feces kambing dapat dijadikan pupuk. Mengontrol gulma dalam perkebunan karet. Meningkatkan pendapatan petani beserta
keluarganya, melalui
diversifikasi komoditas.
Manfaat Integrasi Ternak Dengan Perkebunan
Chaniago
(2009) melaporkan bahwa keuntungan integrasi sapi dengan kelapa sawit adalah
diperolehnya output tambahan yaitu lebih banyak produksi TBS dan Crude
Palm Oil (CPO) akibat pupuk organik, penghematan biaya pembuatan kolam
limbah pabrik kelapa sawit, penghematan biaya transportasi TBS, penghematan
biaya pupuk karena menggunakan pupuk organik sendiri, penghematan pembuatan dan
pemeliharaan jalan, pertambahan bobot hidup sapi dengan biaya murah karena
pakan limbah yang murah, dan kebersihan lingkungan.
Melalui pola di atas, efisiensi
usaha perkebunan meningkat melalui pengurangan pupuk kimia karena telah
disubstitusi oleh pupuk organik yang dapat diolah dari kotoran sapi serta biaya
angkut menjadi lebih murah karena dapat menggunakan sapi sebagai tenaga kerja,
khususnya dari lokasi-lokasi kebun yang sulit dijangkau. Efisiensi usaha ternak
dapat ditingkatkan melalui penyediaan pakan yang kontinyu dari limbah
perkebunan, mudah dan murah diperoleh. Dengan demikian, masalah limbah, baik
dari ternak sapi maupun dari kebun/pabrik dapat teratasi.
Menurut Ruswendi et al (2006),
pemberian pakan solid (lumpur sawit yang dikeringkan) 1,3 kg/ekor/hari dan
pelepah daun kelapa sawit 1,5 kg/ekor/hari memperlihatkan produktivitas Sapi
Bali yang digemukkan hampir mencapai 2 kali lebih baik daripada Sapi Bali yang
hanya diberi pakan hijauan, yakni masing-masing memperlihatkan pertambahan
berat badan harian (PBBH) sebesar 0,267 kg/ekor/hari berbanding 0,139
kg/ekor/hari. Hal ini diperkuat oleh Sudaryono et al (2009),
bahwa Sapi PO yang diberi pakan solid sebanyak 5 kg/ekor/hari dan hijauan memiliki
pertambahan berat badan sebesar 0,378 kg/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan
sapi yang mengkonsumsi pakan hijauan saja (0,199 kg/ekor/hari), disamping
efisiensi tenaga kerja dalam mencari pakan hijauan mencapai 50%.
Selanjutnya Sudaryono et al (2009)
menambahkan bahwa hasil pengamatan pada 6 ha tanaman kelapa sawit rakyat
setelah 6 bulan perlakuan pemberian pupuk (SP-36, KCl dan Urea) sebanyak 70%
dari dosis anjuran dan kompos kotoran ternak sapi 20 kg/batang/tahun
menunjukkan bahwa berat TBS rata-rata meningkat dari 9,3 kg menjadi 13,8
kg/tandan atau meningkat 48,2%.
Diwyanto et al (2004)
mengamati bahwa penggunaan Sapi Bali sebagai tenaga penarik gerobak ataupun
untuk mengangkut TBS di PT. Agricinal – Bengkulu telah memberikan kontribusi
terhadap peningkatan pendapatan pemanen, penurunan biaya tenaga kerja, serta
menghasilkan kompos yang sangat diperlukan untuk mengurangi biaya pemupukan.
Secara sosial ekonomi keuntungan
pada perusahaan perkebunan sawit diantaranya adalah efisiensi tenaga kerja pemanen
yang dapat ditingkatkan sebesar 50% dengan introduksi sapi sebagai pengangkut
TBS (Manti et al, 2004).
Manajemen Integrasi Yang Tepat Untuk Mendukung
Peningkatan Produksi Perkebunan dan Ternak
Manajemen
merupakan suatu kegiatan yang mencakup semua proses-proses yang berkaitan
dengan pekerjaan yang kita lakukan, dimana semakin baik suatu manajemen
dilakukan maka semakin baik juga hasil yang didapatkan. Sebaik-baiknya
pekerjaan dilakukan apabila tidak diikuti dengan manajemen yang baik maka hasil
yang didapatkan tidak akan sesuai antara pengeluaran dengan pengendaliaan.
Kegiatan
integrasi antara ternak dengan perkebunan merupakan suatu kegiatan yang banyak
menghasilkan keuntungan dan hampir tidak ada kerugianya. Dimana hasil olahan
samping dari perkebunan sawit tersebut dipergunakan sebagai pakan ternak , dan
sebaliknya hasil buangan dari ternak juga dapat dimanfaatkan oleh perkebunan
sawit.
Manajemen
yang tepat ditujukan untuk memeperkecil hal-hal yang dianggap kurang penting
atau pemborosan. Manajemen memaksa kita untuk memeperkeci input dan menerima
hasil yang besar di output.Namun, manajemen bukan hanya memperhatikan
keuntungan, tetapi dampak yang juga dihasilkan kedepannya.
Tak lepas
dari arti manajemen yang sebenernya, bahwa dalam integrasi ternak perkebunan
harus dilakukan pengontrolan, pemantauan, perbaikan, dan juga penerapan
teknologi yang dapat meningkatkan kualitas perkebunan kelapa sawit dan ternak.
Dimana diperlukan teknologi dalam pengolah pakan ternak yang berasal dari hasil
samping perkebunan. Begitu juga sisa dari ternak yang diolah dengan teknologi
sehingga memberikan manfaat yang lebih besar bagi perkebunan.
Tak
ada manajemen yang mengarah ke kerugiaan, semua bertujuan memeberi keuntungan.
Jadi manajemen harus dipertimbangkan dari waktu, biaya, dan tenaga yang
dikeluarkan harus setimbang dengan hasil yang didapatkan. Jadi dengan demikian,
dengan dilakukannya integrasi semakin memberikan keuntungan dan memperkecil
pengeluaran yang harus dilakukan.
Kendala yang ada
di perkebunan yaitu produksi rumput alamnya akan semakin berkurang dengan
semakin rapatnya kanopi, sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Sistem
kerjasama inti-plasma merupakan hal yang memungkinkan karena peternak dapat
memotong rumput, tetapi dalam skala komersil ongkos tenaga kerja akan mahal. Mengantisipasi
hal tersebut perlu dipertimbangkan dan diupayakan dengan penanaman rumput atau
leguminosa unggul pada lahan karet yang toleran terhadap naungan dan tidak mengganggu
tanaman utamanya. Produksi hijauan rumput yang tetap terjaga memungkinkan integrasi ternak
pada lahan karet.
Efek
Naungan Terhadap Hijauan
Naungan baik secara alami maupun buatan
mengakibatkan pengurangan intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Sebagian
besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya
intensitas sinar, namun spesies yang tahan terhadap naungan menunjukkan
penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang.
Tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi
berat kering akar yang lebih tinggi dibanding tanaman dengan naungan.
Sistem integrasi tanaman-ternak pada ekosistem
perkebunan kelapa sawit maupun karet membutuhkan jenis hijauan pakan ternak
yang relatif toleran terhadap naungan agar daya tampung lahan meningkat. Salah satu
upaya yang dapat ditempuh dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan dalam
mendukung ketersediaan hijauan pakan adalah dengan mengembangkan tanaman pakan
ternak toleran naungan untuk diintroduksikan di lahan perkebunan yang selama
ini belum banyak dimanfaatkan seperti di perkebunan kelapa dan karet.
Rumput Stenotaphrum secundatum dikenal dengan
nama umum Buffalo grass (Australia) atau St. Agustine grass (Amerika
Serikat). Termasuk dalam family Gramineae dengan sub-family Panicoideae.
Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada
areal yang intensitas cahayanya rendah. Tanaman sangat cepat berkembang,
memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan
berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma
serta tahan terhadap penggembalaan berat. S.secundatum merupakan
salah satu spesies tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis
rumput ini menunjukkan pertumbuhan maupun produksi yang lebih baik pada
lahan naungan dibanding alam terbuka/tanpa naungan. Adaptasinya terhadap
kondisi naungan sangat baik seperti terlihat pada karakteristik morfologik
(tinggi tanaman, lebar daun) maupun fisiologik (kandungan klorofil).
Hasil penelitian di Lolitkambing menunjukan bahwa
produksi S. secundatum tertinggi pada naungan 55% (54 ton/ha/tahun) dan
relatif sama dengan produksi perlakuan naungan 75% (47 ton/ha/tahun). Produksi justru
lebih rendah pada kondisi tanpa naungan (32 ton/ha/tahun). Hal ini menunjukan tingginya
adaptasi S.secundatum pada kondisi naungan. Adaptasi tersebut ditunjukkan oleh
tinggi tanaman maupun lebar daun yang berbeda nyata dengan yang ditanam di alam
terbuka/tanpa naungan, yang pada akhirnya menghasilkan produksi yang lebih
tinggi. Secara umum produksi hijauan di daerah tropis akan menurun dengan
berkurangnya intensitas cahaya, tetapi produksi hijauan yang toleran naungan
masih dapat meningkat pada naungan sedang.
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kandungan
bahan kering, protein kasar, NDF dan ADF relatif sama pada kondisi naungan
maupun terbuka. Kandungan bahan organik sekitar 87%. Kandungan energi kasar sebesar
4816 Kal/kg bahan kering. protein kasar berkisar antara 6-8% sedangkan serat
(NDF) antara 82- 85%. Rumput ini memiliki palatabilitas yang tinggi saat masih
muda, disukai oleh ternak ruminansia besar maupun kecil. Terdapat kandungan
oksalat sejumlah ±1% namun dilaporkan tidak menyebabkan keracunan pada ternak
yang mengkonsumsinya. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan naungan tidak
mempengaruhi jumlah konsumsi S.secundatum oleh ternak kambing. Tingkat
konsumsi S. secundatum pada ternak
Hijauan makanan ternak (hmt) merupakan salah satu bahan
makanan ternak yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan
kelangsungan populasi ternak. Oleh karenanya, hijauan makanan ternak sebagai
salah satu bahan makanan merupakan dasar utama untuk mendukung peternakan.
Kebutuhan akan hijauan pakan akan
semakin banyak sesuai dengan bertambahnya jumlah populasi ternak yang dimiliki.
Kendala utama di dalam penyediaan hijauan pakan untuk ternak, terutama
produksinya tidak dapat tetap sepanjang tahun. Pada saat musim penghujan,
produksi hijauan makanan ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim
kemarau tingkat produksinya akan rendah, atau bahkan dapat berkurang sama
sekali.
Biji
Karet sebagai Pakan Ternak
Biji karet dapat digunakan untuk bahan campuran pakan ternak yaitu
meningkatkan pertumbuhan bobot badan ternak dengan penggunaan sampai kadar
tertentu. Menurut pendapat Rachmawan dan
Mansyur, bahwa penggunaan bungkil biji karet sebagai ransum konsentrat sampai
level 30% diberikan pada sapi persilangan Jersey dan Sindhi, menghasilkan
pertambahan bobot badan, daya cerna efesiensi penggunaan ransum yang lebih baik
dibandingkan dengan ransum kontrol.
Agar biji karet dapat
dimanfaatkan maka harus diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat (Zuhra,
2006). Menurut George (1985), konsentrat adalah hasil pemekatan fraksi protein biji
karet yang kadar proteinnya sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi. Dalam
pembuatannya, fraksi protein akan lebih tinggi kadarnya dengan cara mengurangi
atau menghilangkan lemak atau komponen-komponen non protein lain yang larut.
Asam
sianida merupakan racun bagi ternak yang dapat menimbulkan kematian pada
ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Murni et al. (2008) yang
menyatakan bahwa asam sianida merupakan salah satu racun yang tergolong kuat
dan sangat cepat cara kerjanya. Gejala keracunan HCN pada ternak ditandai
dengan pernapasan cepat, menggigil, kejang, lemah, sampai kematian. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rahmawan dan
Mansyur (2008) yang menyatakan bahwa kematian ternak terjadi karena ion sianida
yang lepas dari ikatan glukosida sianogenik akibat hidrolisis dalam saluran
pencernaan, kemudian ion sianida tersebut berikatan dengan cytochrom
oksidase sehingga proses oksidasi tidak bisa berlangsung karena darah tidak
bisa mengikat oksigen. Dengan adanya kandungan asam sianida dalam biji karet
yang dapat menyebabkan kematian bagi ternak maka perlu adanya pengolahan untuk
menghilangkan kandungan asam sianida tersebut
Rumput
bebek (Echinochloa colona L.)
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae
Subkingdom :
Tracheophyta
Divisi : Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae
Genus : Echinochloa
Spesies : Echinochola colona L.
Morfologi
Rumput bebek
atau Echinochloa colona L. merupakan jenis rumput yang
memiliki akar serabut. Rumput ini memiliki daun yang berwarna hijau. Rumput
bebek juga berkembang biak menggunakan bunganya. Rumput
bebek merupakan rumput tahunan dan berdaun pita, berumpun membentuk geragih
atau stolon yang beruas-ruas dan menjalar, batang pembawa bunga tegak
dilapangan tumbuh mengelompok dan rapat sehingga membentuk “ sheet”.
Syarat Tumbuh
Iklim
Tumbuhan rumput bebek biasanya menjadi gulma pada
tanaman padi. Dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak
mengandung uap air. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tumbuhan rumput bebek
adalah 23 0C. Tumbuhan rumput bebek dapat tumbuh di daerah tropis/subtropics
pada 45 0 LU–450 LS dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan
4 bulan. Rata–rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500–2000
mm/tahun. Rumput bebek dapat tumbuh di musim kemarau atau hujan. Pada musim
kemarau, rumput bebek meningkat jika air irigasi selalu tersedia. Di musim
hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun, karena penyerbukan kurang
intensif.
Tanah
Tumbuhan
rumput bebek dapat tumbuh subur di tanah
berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah
permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm.
Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada rumput bebek, penggenangan akan mengubah
pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2
tidak merusak tumbuhan rumput bebek. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah
memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah
biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat
diperlukan pengolahan tanah yang khusus.
Kandungan Nutrisi Rumput bebek (Echinochola
colona L)
Rumput
bebek memiliki kandungan protein kasar yang relatif rendah (8 ± 4,2% DM dengan
nilai berkisar 3-18% DM) dan kandungan serat yang tinggi (serat kasar 35 ± 5,7%
DM, 25-45% DM). Hasil analisis keragaman menunjukkan
bahwa kandungan ADF tiga jenis rumput rawa berbeda sangat nyata dengan
kandungan ADF tertinggi terdapat pada Hymenachne amplexicaulis 41,07%
yang tidak berbeda nyata dengan Ischaemum rugosum 40,39%, namun berbeda nyata
dengan Echinochola colona 38,03%.
Kandungan ADF terendah terdapat pada Echinochola colona 38,03% yang berbeda nyata dengan Ischaemum rugosum 68,02%
dan Hymenachne amplexicaulis 71,00.%. Hasil penelitian Fariani (1996) melaporkan bahwa kisaran
kandungan NDF pada rumput budidaya adalah 36,70 -41,40 % yang tidak begitu
berbeda dengan ketiga rumput rawa yaitu 38,03 - 41,07 %. Selulosa Hasil
analisis keragaman pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa kandungan selulosa tiga
jenis rumput rawa berbeda sangat nyata dengan kandungan selulosa tertinggi
terdapat pada Hymenachne amplexicaulis 37,01% yang tidak berbeda nyata
dengan Ischaemum rugosum 36,03%, tetapi berbeda nyata dengan Echinochola
colona 34,21%. Kandungan selulosa terendah
terdapat pada Echinochola colona 34,21%
yang berbeda nyata dengan Ischaemum rugosum 36,03% dan Hymenachne
amplexicaulis 37,01%. Hasil penelitian Fariani (1996) melaporkan bahwa
kisaran kandungan selulosa rumput budidaya adalah 30,30 -37, 30% yang sedikit
lebih rendah bila dibandingkan dengan rumput rawa berada pada kisaran
34,21-37,30%. Minson (1990) melaporkan bahwa sebagian besar selulosa pada hijauan
dilindungi oleh lapisan lignin yang sulit dicerna kecuali bila diberi perlakuan
kimia sebelumnya. Dengan demikian, fraksi yang sulit dicerna tersebut cenderung
meningkat dengan bertambahnya umur hijauan. Lechtenberg et al. (1974)
melaporkan bahwa kandungan lignin pada jagung seperti juga pada tanaman sejenis
tidak berhubungan langsung dengan laju kecernaan namun lebih dihubungkan dengan
dinding sel dan kecernaan dari selulosa. Van Soest (1982) melaporkan bahwa ada
korelasi negatif antara kandungan lignin dengan daya cerna selulosa.
Digunakan untuk jenis ternak
·
Domba
Rumput bebek ditambah campuran dengan Echinochloa crus-galli dan
Digitaria sanguinalis bisa dibuat menjadi jerami dan diumpankan ke domba pir
dan apel di kebun
di Spanyol.
·
Kambing
Rumput bebek juga dapat dijadikan pakan oleh
kambing. Meskipun kandungan gizi rumput bebek rendah bagi kambing.
·
Sapi
Jenis rumput bebek adalah jenis hijauan yang sering dijadikan pakan ternak. Terlebih apabila ternak itu di biarkan
bebas atau di kembalakan.
·
Ayam
Rumput bebek juga bisa dikeringkan untuk makanan ayam. Di
Peru, dengan mengganti sampai 40% makanan ayam dari toko dengan gulma rumput
bebek, ayam petelur bisa terjaga produksi telurnya dan menghasilkan warna
kuning telur lebih baik yang merupakan faktor jual yang penting.
Produksi rumput bebek/Hektar
Dengan perkiraaan tingkat produksi
per hektar, Hymenachne amplexicaulis memiliki potensi produksi sebesar
34.560 kg/ha/panen, Ischaemum rugosum 18.000 kg/ha/panen dan Echinochola
colona \ 16.920 kg/ha/panen. Sedangkan potensi produksi
bahan kering perhektar per tahun Hymenachne amplexicaulis 56.609,09
kg/ha/tahun, Ischaemum rugosum 35.947,80 kg/ha/tahun dan Echinochola
colona 27.549,14 kg/ha/tahun.
Fariani (1996) melaporkan bahwa produksi bahan kering untuk Brachiaria
decumben sekitar 37 ton/ha/tahun dan Pennisetum purpureum sekitar 15
ton/ha/tahun. Jika diasumsikan kebutuhan bahan kering ternak per ekor perhari
adalah 3 % dari bobot badan (bobot badan 250 kg atau setara dengan 1 Satuan
Ternak), maka daya tampung lahan satu hektar yang ditanami Hymenachne
amplexicaulis adalah 21,78 Satuan Ternak/ha/tahun, Ischaemum rugosum 13,13
Satuan Ternak/ha/tahun, sedangkan Echinochola colona
mampu menampung 10,06 Satuan Ternak/ha/tahun. Selain produksi segar rumput rawa
tersebut cukup tinggi, potensi penggunaannya yang lain adalah tingkat
palabilitasnya yang cukup baik.
Aur-Aur (Commelina diffusa L.)
Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Ordo: Commelinales
Famili: Commelinaceae
Genus: Commelina
Spesies: Commelina diffusa L.
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Ordo: Commelinales
Famili: Commelinaceae
Genus: Commelina
Spesies: Commelina diffusa L.
Botani
Alur-alur adalah tanaman mucilaginous abadi, ramping, merayap atau ascending, bercabang, hingga 70 cm dan biasanya puber. Akar batang pada node. Daun berbentuk oval, 4 sampai 7 cm dan menunjuk pada kedua ujungnya. Para spathes adalah 1 sampai 3 bersama-sama, hijau, berbentuk corong, dikompresi, sekitar 1,5 cm panjang dan lebar. Bunga-bunga biru, dengan tangkai panjang di antheis, fascicled, beberapa di setiap spathe, dengan 3 sampai 4 mm kelopak panjang. Kapsul 4 sampai 5 mm.
Kandungan
Nutrisi Rumput Aur-Aur
Sebuah penelitian dilakukan untuk mengevaluasi
komposisi gizi dan degradasi situ DM dan CP dari Commelina diffusa. Sampel
dikumpulkan dari delapan lokasi yang berbeda (N = 8) yang tumbuh di sekitar
kampus Chumphon, Chumphon, Thailand. Sampel tanah melalui layar 1 mm dan
dianalisis untuk analisis kimia (AOAC, 1990) dan dalam teknik sacco (Ørskov et
al., 1980). Dua ruminally berfistula sapi perah non-menyusui (rata-rata 450-500
kg BW) digunakan untuk menetaskan tas nilon (ukuran pori 49-50 m): mengandung 5
g tanah (1 layar mm). Tas diinkubasi pada 6, 12, 24, 48, 72, dan 96 jam. Hasil
komposisi kimia Commelina diffusa melaporkan bahwa kandungan air (87,89% MC)
dan kandungan protein yang tinggi (14,78% CP). Fiber komponen (CF, NDF, ADF dan
ADL) adalah 17,12, 49,55, 25,94 dan 7,10%, masing-masing. Rumen degradasi
Commelina diffusa tinggi. DM dan CP hilangnya adalah 88,90 dan 98,00%,
masing-masing. Degradabilities Efektif DM dan CP di rumen keluar laju alir 5%
adalah 43,09 dan 42,20%, masing-masing. Oleh karena itu, Commelina diffusa
dapat merekomendasikan bahwa sumber protein dapat digunakan untuk ternak
ruminansia. Komposisi proksimat dari B. diffusa dan C. nudiflora diberikan dalam Tabel 2. Nilai-nilai
menunjukkan bahwa sayuran mengandung
komposisi persentase yang tinggi dari kelembaban
(82,22% dan 88,63% masing-masing). mereka Isi lemak (1,61% dan 1,44%), protein (2,26%
dan 1.69%) dan karbohidrat (10,56% dan
5,67%) yang rendah jika dibandingkan
dengan nilai 1,60%, 25,35% dan 29.50%
dilaporkan untuk sayuran berdaun cukup diabaikan, Amaranthus hybridus (Nwaogu
et al., 2006).
Digunakan Untuk Jenis Ternak
Merumput pakan untuk kambing dengan kelembaban
tinggi dan kandungan protein; di Afrika dan India, yang digunakan sebagai pakan
ternak baik ternak kambing, domba dan sapi.
Produksi per Hektar
Tanamn ini Di distribusikan
secara luas di Afrika tropis dan subtropis, Tengah, Selatan dan Asia Tenggara,
indonesia, meluas ke Cina, Jepang, Filipina, Australia dan Mikronesia. Di
belahan bumi barat, ditemukan di Kuba, Jamaika, Brasil, dan Amerika Serikat. Hal
ini telah menjadi gulma serius banyak tanaman di banyak negara di seluruh
dunia, dan merupakan masalah tertentu di Afrika. Commelina diffusa L.
18.500 kg/ha/panen dan Commelina diffusa L. 35.947,80 kg/ha/tahun
Rumput lilit kain (Centotheca lappacea (L.) Desv
Klasifikasi
Kingdom :Plantae
Phylum :Magnoliophyta
Class :Liliopsida
Order : Cyperales
family :Poaceae
subfamily :Centothecoideae
tribe :Centotheceae
spesies : Centotheca lappacea L. Desv
Botani
Tanaman keras,
dengan rimpang rumit, berumbai. Batang tegak, bertubuh sedang, 30-100 cm,
gundul. Batang node gundul. Pelepah daun lebih panjang dari ruas, gundul,
margin luar gundul, bersama antara selubung dan pisau puber atau gundul. Ligule
membran gundul, 1-1,5 mm panjang. Blades lanset, pipih, panjang 5-15 cm, 10-25
mm lebar, sekarang pseudopetiole, margin halus, akut puncak, dengan salib urat,
permukaan berbulu. Perbungaan malai sebuah, longgar, panjang 10-25 cm, dasar
exserted dari sarungnya teratas, dengan cabang mencolok. Sumbu perbungaan puber
di axils. Tangkai kapiler, 1-2,5 mm panjang, scaberulous atau puber. Spikelets
biseksual, soliter, sedikit lateral dikompresi, lanset, gabah 5 mm. Spikelets
dengan 2-3 kuntum. Lebih rendah glume luas lanset, 2-2.5 mm, chartaceous, 3
sampai 5-nerved, midvein keeled, scaberulous, saraf gundul, dengan salib urat,
permukaan licin; margin hialin; apex mucronate, ciliolate. Glume atas luas
lanset, 3-3,5 mm, chartaceous, 5-nerved, midvein keeled, gundul atau
scaberulous, saraf gundul, dengan salib urat, permukaan licin; margin hialin,
halus; apex mucronate, ciliolate. Kuntum atas penurunan dalam ukuran dan sering
dengan bulu melipat. Lemma luas lanset, 3,5-4 mm, chartaceous, 7-berurat,
midvein keeled, vena gundul, permukaan licin; apex mucronate; margin hialin,
halus. Palea lanset, 2,8 mm, chartaceous, 2-keeled, ciliolate pada bagian atas
keel, permukaan berbulu. Kepala sari 2, 0,5 mm.
Kandungan Nutrisi Rumput Lilit Kain (Centotheca lappacea (L.) Desv)
komponen gizi dan mineral juga
merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas produksi ternak. Studi yang
dilakukan oleh Lee dan Chichester (1974)
menunjukkan bahwa nutrisi komposisi
tanaman selama pematangan dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti genetika,
praktek agronomi, wilayah dan tingkat
pertumbuhan, variasi dan kondisi iklim.
Dilaporkan bahwa 100 g bagian yang dapat dimakan daun segar C. lappacea mengandung air (88 g), protein (2 g), lemak (0,2
g), karbohidrat (7 g), serat (1,6 g), Ca
(170 g),
P
(32 mg), provitamin A (4,5 mg) dan
vitamin C (49 mg).
Digunakan untuk jenis
ternak
Biasanya
tumbuhan rumput ini digunakan untuk pakan sapi. Karena pada lazimnya serat yang
terdapat pada rumput ini cukup tinggi. Beberapa juga di campur dengan
tumbuhan rumput lain untuk dijadikan
makanan fermentasi bagi sapi.
Produksi Per Hektar
Rumput ini banyak kita temukan pada sela-sela tanaman kelapa sawit. Karena
pada umumnya rumput jenis ini adalah rumput pelindung tanah. Produksi per
hektar rumput ini mencapai 19300/kg/ha/panen dan 4507000 kg/ha/tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar